Pesantren Sebagai Destinasi Pendidikan Islam Global
Assalamu'alaikum.wr.wb.
Belakangan
ini, kalangan pendidikan Islam Indonesia, khususnya pemangku kebijakan yang
bertanggung jawab atas pendidikan Islam, Kementerian Agama RI, menekadkan diri
untuk menjadikan pendidikan Islam Indonesia sebagai destinasi pendidikan Islam
global.
Tentu kebijakan ini pada aspek tertentu membutuhkan kesiapan strategi
dan keseriusan internal Kementerian Agama, di samping dukungan masyarakat dan
seluruh stakeholders secara serius.
Santri |
Terdapat
sejumlah alasan mengapa kita perlu mendukung kebijakan itu, yaitu ;
Pertama, pemahaman
Islam yang berkembang di Indonesia adalah pemahaman Islam yang Rahmatan
lil’alamin. Islam yang senaniasa menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan, menghargai hak-hak asasi manusia, menghormati ragam budaya dan
kultur masyarakat, mengidamkan kedamaian, keadilan, toleransi, dan sikap yang
keseimbangan (tawazun).
Di tengah
pelbagai perbedaan dan keragaman sosio-kultural, agama, adat dan budaya,
bahasa, dan lokalitas dalam ribuan pulau serta lainnya, namun Indonesia tetap
kekar dalam bingkai persatuan dan kesatuan keindonesiaan. Ini menunjukkan
pemahaman keagamaan Islam yang berkembang adalah Islam yang damai, toleran, dan
menghargai segala bentuk perbedaan.
Kedua,
sebagai negara-bangsa yang mayoritas muslim dengan sosial budaya dan kultur
yang sangat beragam, Indonesia patut untuk mengambil bagian strategis sebagai
barometer tingkat peradaban pendidikan Islam yang dibanggakan. Dalam konteks
ini, Indonesia diharapkan mampu menjadi teladan bagi negara muslim dunia
lainnya.
Ketiga,
gejolak sosial politik di Indonesia jauh lebih kondusif dibanding dengan negara
muslim lainnya. Kondisi gejolak sosial-politik dan perkembangan keislaman di
sejumlah negara muslim belakangan ini, terlebih di kawasan Timur Tengah, patut
disayangkan.
Gejolak
tersebut mengakibatkan pusat-pusat keislaman pun menjadi redup. Mesir, Libya,
Suriah, Yaman dan Saudi, kini ditimpa musibah konflik yang hingga kini belum
usai. Demikian juga dengan pusat-pusat keislaman di Asia Tenggara seperti
Malaysia dan Brunei cenderung belum mendapatkan momentumnya yang tepat. Maka
bisa dikatakan, Indonesia menjadi negara yang paling memungkinkan untuk
mengambil posisi sebagai pusat harapan pendidikan Islam dunia.
Mengaji |
Di
samping sejumlah alasan di atas, sesungguhnya yang menjadi alasan kuat untuk
menjadikan pendidikan Islam Indonesia sebagai destinasi pendidikan dunia lebih
disebabkan karena negara ini memiliki lembaga pendidikan Islam asli (genuin)
Indonesia, yakni pondok pesantren. Dibanding dengan lembaga pendidikan Islam
lainnya, semisal sekolah, madrasah dan perguruan tinggi agama Islam, pondok
pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam khas dan otentik Indonesia.
Pondok
pesantren merupakan dunia tradisonal Islam yang mampu mewarisi dan memelihara
kesinambungan tradisi Islam yang dikembangkan ulama dari masa ke masa, tidak
terbatas pada periode tertentu. Oleh karena itu, ketahanan lembaga pesantren
agaknya secara implisit menunjukkan bahwa dunia Islam dalam segi-segi tertentu
masih tetap relevan di tengah perkembangan zaman.
Keniscayaan
bahwa pesantren tetap utuh hingga kini bukan hanya disebabkan kemampuannya
dalam melakukan akomodasi-akomodasi tertentu, tetapi juga lebih banyak
disebabkan karena karakter eksistensialnya. Karakter yang dimaksud adalah,
sebagaimana dikatakan Nurcholish Madjid, pesantren tidak hanya menjadi lembaga
yang identik dengan makna keislaman, tetapi juga mengandung makna keaslian
Indonesia (indigenous).
Sebagai
lembaga yang murni berkarakter keindonesiaan, pesantren muncul dan berkembang
dari pengalaman sosiologis masyarakat sekitar, sehingga antara pesantren dengan
komunitas lingkungannya memiliki keterkaitan erat yang tidak bisa terpisahkan.
Hal ini tidak hanya terlihat dari hubungan latar belakang pendirian pesantren
dengan lingkungan tertentu, tetapi juga dalam pemeliharaan eksistensi pesantren
itu sendiri melalui pemberian wakaf, sadaqah, hibah, dan sebagainya.
Sebaliknya,
pihak pesantren melakukan ‘balas jasa’ kepada komunitas lingkungannya dengan
bermacam cara, termasuk dalam bentuk bimbingan keagamaan, sosial, kultural, dan
ekonomi. Dalam konteks terakhir inilah, pesantren dengan kiainya memainkan
peran yang disebut Clifford Geertz sebagai ‘cultural brokers’ (pialang budaya)
dalam pengertian seluas-luasnya.
Di
samping karakter keindonesiaan, pesantren senantiasa mentransmisikan pemahaman
keagamaan Islam yang ramah, damai, toleran, saling menghargai, dan tidak
radikal. Jauh dari doktrin terorisme, saling mengkafir-bid’ahkan, apalagi
pembenaran atas letupan-letupan bom bunuh diri.
Dalam kondisi Indonesia yang
komplek dan plural, pondok pesantren telah memainkan peranan yang strategis. Ia
mampu melakukan penyebaran agama dan pemahaman yang damai, toleran, dan
menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan kebangsaan.
Pesantren
telah mampu merekatkan dari berbagai perbedaan di masyarakat. Oleh karenanya,
tidak berlebihan jika pesantren menjadi garda terdepan dalam membangun
pemahaman Islam yang Rahmatan lil’alamin.
Aktivitas Santri |
Setidaknya
terdapat lima substansi yang dikembangkan oleh pondok pesantren ;
- Pertama, Pesantren mengajarkan nasionalisme. Sejarah membuktikan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) diperjuangkan oleh ulama-ulama. Para kiai dan santri memiliki ‘saham’ besar dalam membentuk bangsa dan negara ini. Sejak awal, nasionalisme sudah tertanam kuat dalam dada para santri. Tidak satupun pesantren yang menolak pondasi dassar negara; Pancasila, UUD 45, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika.
- Kedua, pendidikan pesantren menanamkan ajaran-ajaran Islam yang toleran. Toleransi merupakan basis dan pilar pendidikan Islam di pesantren. Pesantren senantiasa menghargai akan perbedaan pendapat yang berbeda dan jauh dari klaim-klaim kebenaran tunggal.
- Ketiga, pendidikan Islam di pesantren mengajarkan Islam yang moderat, tidak ekstrim radikal dan tidak ekstrim liberal. Keseimbangan dan penguatan akan nilai-nilai moderasi (tawazun) ini telah menjadi kekhasan lembaga pendidikan pesantren.
- Keempat, pesantren menghargai keragaman agama, budaya, dan etnis (multikulturalisme) yang diarahkan dalam rangka lita’arafu (agar saling mengenal), bukan litabaghadu (saling membenci dan memusuhi).
- Kelima, pendidikan pesantren mengajarkan Islam yang bersifat inklusif, bukan eksklusif.
Peran dan
karakteristik pesantren inilah yang di antaranya membedakan antara pesantren
dengan lembaga pendidikan Islam lainnya. Sekolah, madrasah, dan perguruan
tinggi agama Islam merupakan bentuk improvisasi dan modernisasi lembaga
pendidikan yang mengadopsi dari dunia luar.
Kehadiran
lembaga-lembaga pendidikan ini jauh lebih belakangan dibanding pondok
pesantren. Demikian juga, lembaga-lembaga ini tidak hanya dimiliki oleh
Indonesia, tetapi juga terdapat di dunia muslim lainnya, bahkan dengan tingkat
kualitas yang lebih baik.
Oleh karenanya, pesantrean sebagai kekhasan Indonesia
patutlah didorong sebagai destinasi pendidikan Islam global, tentunya dengan
keseriusan kita bersama. (Suwendi – nu.or.id)
Wassalamu'alaikum.wr.wb.
0 Response to "Pesantren Sebagai Destinasi Pendidikan Islam Global"
Post a Comment