Pondok Pesantren dan Diniyah, Sebagai Paku Bumi Indonesia
Assalamu’alaikum.wr.wb.
Maraknya penolakan terhadap kebijakan baru Full Day School
(FDS) Mendikbud Muhadjir Effendy sekali lagi bukan soal konflik Muhammadiyah
dengan NU. Mendikbud yang berlatarbelakang Muhammadiyah yang punya kebijakan
dan kalangan Madrasah Diniyah Takmiliyah (MDT) dan Pondok Pesantren yang
terkena imbas kebijakan notabene dimiliki oleh mayoritas warga NU.
Ini soal betapa MDT, Pondok Pesantren dan TPQ adalah lembaga
pendidikan keagamaan Islam sebagai pakunya bumi Indonesia. Paku adalah
penguatan yang menancap ke bumi nusantara. Yang menanamkan ke-Indonesiaan kita,
ke-Islaman kita yang berdialektika secara apik dengan nilai-nilai budaya yang
berkembang. Bumi Nusantara ini tidak akan berdiri kokoh kalau paku-paku itu
hilang. Makanya MDT adalah pakunya bumi pertiwi Indonesia.
Image: pixabay/mufidpwt |
Pakunya Indonesia yang pertama adalah akhlak, karakter dan
moralitas bangsanya. MDT telah secara konsen menanamkan akhlak kepada para
santri sehingga kelak mereka tumbuh menjadi pribadi yang luhur. Innamal umamul
akhlaqu ma baqiyat wa inhumu dzahabat akhlaquhum dzahabu (Hidup dan bangunnya
suatu bangsa tergantung pada akhlaknya, jika mereka tidak lagi menjunjung tingi
norma-norma akhlaqul karimah, maka bangsa itu akan musnah bersamaan dengan
keruntuhan akhlaknya) demikian yang dikatakan dalam Syair Syauqy Bey.
Pendidikan pada MDT mengajarkan tentang pemahaman agama yang
terbuka, moderat dan toleran. Rasa kecurigaan dan ujaran kebencian apalagi
perintah untuk membunuh sesama tidak pernah akan ada. Santri di samping alim
dalam agama namun diajarkan untuk menghargai dan menyayangi yang lain. Itu paku
bumi kedua, MDT mengajarkan moderasi Islam khas Indonesia.
Paku bumi ketiga yang diajarkan MDT adalah komitmen dan
loyalitas kepada negara. Mencintai tanah air dipahami sebagai bagian dari iman
(hubbul wathon minal iman). Makanya dikembangkan tiga komitmen persaudaraan
(tri ukhuwah), yaitu ukhuwah Islamiyah (persaudaraan sesama muslim), ukhuwah
wathoniyah (persaudaraan sesama anak bangsa) dan ukhuwah basyariyah atau
insaniyah (persaudaraan yang didasarkan atas kemanusiaan).
Pembelajaran pada MDT diajarkan oleh para kyai dan ustadz
dengan cakrawala Islam yang luas. Makanya berbagai rujukan kitab diajarkan
diramu menjadi asupan yang menjadikan santri menghargai perbedaan. Bagi
kalangan santri MDT dan Pesantren pluralitas dan kebhinekaan adalah sunnatullah
dan wajib mendapatkan tempatnya. Indonesia mempunyai PR besar agar bangsanya
tetap menghargai kebhinekaan yang tunggal ika. Itu Paku Bumi yang keempat yang
menyebabkan MDT tidak boleh tercerabut dari akar ke-Indonesiaan kita.
Apa yang diajarkan pada MDT dan pesantren adalah khazanah
ke-Islaman yang sangat dialektis. Di satu sisi Islam dijunjung dan ditegakan,
namun budaya lokal diakomodasi sedemikain rupa. Itu adalah mengadopsi ajaran
Nabi Muhammad ketika berdakwah di Makkah dan Madinah tidak memberangus semua
budaya yang ada namun beliau mewarnainya dengan ajaran Islam. Apa yang
dilakukan Nabi juga dilakukan oleh para Walisongo yang berdakwah dengan
pendekatan budaya.
Tugas Pak Presiden Joko Widodo dan para Menterinya sampai
kepada jajaran dibawahnya untuk menjaga pakunya nusantara yaitu MDT, Pesantren
dan TPQ. Banyak cara untuk menguatkan karakter bangsa tidak harus dengan FDS
yang akan mencerabut paku bumi Indonesia ini.
Ini suara rakyat kecil, namun jangan remehkan karena seekor
gajah akan dibuat kerepotan bahkan kematian hanya oleh seekor semut yang sangat
kecil. Wallahu a`lam bisshowab. (ruchman basori/dod/pendis.kemenag/16-06-2017).
Sekian, wassalamu’alaikum.wr.wb.
0 Response to "Pondok Pesantren dan Diniyah, Sebagai Paku Bumi Indonesia"
Post a Comment