Pantaskah Menyebarluaskan Foto Orang Sakit di Media Sosial?
Assalamu’alaikum.wr.wb.
Tak
diragukan, Islam sangat menganjurkan tiap orang untuk berempati kepada sesama,
termasuk menjenguk saat datang musibah sakit ataupun kematian. Anjuran ini
tersebar dalam banyak teks hadits. Orang yang dijenguk pun bisa siapa saja,
mulai dari keluarga, tetangga, ulama, hingga orang-orang yang membenci kita.
Menjenguk orang sakit adalah bagian dari ibadah yang utama. Saking pentingnya ibadah ini, dalam sebuah hadits riwayat Imam ath-Thabrani dijelaskan bahwa di antara kewajiban terhadap tetangga adalah menjenguknya kala sakit dan mengiringi jenazahnya saat meninggal dunia.
Menjenguk orang sakit adalah bagian dari ibadah yang utama. Saking pentingnya ibadah ini, dalam sebuah hadits riwayat Imam ath-Thabrani dijelaskan bahwa di antara kewajiban terhadap tetangga adalah menjenguknya kala sakit dan mengiringi jenazahnya saat meninggal dunia.
Penjenguk orang yang tertimpa musibah memiliki nilai lebih karena memang ia
bukan sekadar penonton. Ada aspek solidaritas dalam aktivitas tersebut.
Kehadirannya dibutuhkan sebab orang-orang yang sakit memerlukan ketenangan
jiwa, motivasi, semangat, dan juga doa. Peran para penjenguk adalah memberikan
itu semua. Lebih berfaedah lagi bila ada uluran tangan dalam bentuk lain,
seperti biaya pengobatan atau sejenisnya.
Lantas, apakah tingkah sebagian penjenguk yang mengambil gambar orang sakit dan memublikasikannya ke media sosial seperti jamak dilakukan belakangan ini memenuhi etika tersebut?.
Lantas, apakah tingkah sebagian penjenguk yang mengambil gambar orang sakit dan memublikasikannya ke media sosial seperti jamak dilakukan belakangan ini memenuhi etika tersebut?.
Foto-foto
yang diumbar umumnya melukiskan kondisi pasien yang sedang tergolek lemah di
atas ranjang, kadang bertelanjang dada, dan lengkap dengan cairan infus dan
tancapan selang di rongga hidung dan mulut. Seberapa penting mengekspos
gambar-gambar seperti ini?
Islam sangat menghormati privasi seseorang. Islam memuliakan manusia dan menjamin terlindunginya hak yang menyangkut kehormatan pribadinya. Termasuk jika privasi tersebut menyangkut dosa personal atau aib lainnya. Sebuah hadits mengingatkan:
Islam sangat menghormati privasi seseorang. Islam memuliakan manusia dan menjamin terlindunginya hak yang menyangkut kehormatan pribadinya. Termasuk jika privasi tersebut menyangkut dosa personal atau aib lainnya. Sebuah hadits mengingatkan:
مَنْ
سَتَرَ مُسْلمًا سَتَرَهُ اللهُ فِي الدُّنيا وَالآخِرَة
“Barangsiapa
menutup (aib/cacat) seorang muslim maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan
akhirat.” (HR Muslim)
Orang-orang yang sakit bisa jadi sangat tidak menginginkan gambar tentang keadaan dirinya yang ringkih, nelangsa, dan tak berdaya, tersebar bebas di media sosial semacam Facebook, Twitter, Whatsapp, Instagram, BBM, atau lainnya. Walaupun, ia tahu ungkapan simpati dan doa pasti bakal membludak—bukan langsung kepada dirinya yang sedang sakit melainkan kepada akun si penyebar gambar.
Orang-orang yang sakit bisa jadi sangat tidak menginginkan gambar tentang keadaan dirinya yang ringkih, nelangsa, dan tak berdaya, tersebar bebas di media sosial semacam Facebook, Twitter, Whatsapp, Instagram, BBM, atau lainnya. Walaupun, ia tahu ungkapan simpati dan doa pasti bakal membludak—bukan langsung kepada dirinya yang sedang sakit melainkan kepada akun si penyebar gambar.
Tubuh
adalah bagian dari citra kehormatan seseorang. Jika dalam kondisi normal
sehari-hari saja seseorang berusaha berpenampilan bagus di hadapan orang lain,
bagaimana mungkin dalam situasi “buruk” seperti itu rela ditonton banyak orang?
Para penjenguk barangkali bermaksud baik dengan mempublikasikan foto orang sakit. Bukan pamer kesalehan sosial, tapi sedang menggalang solidaritas dan doa dari lebih banyak orang lain. Atau mungkin sebatas menyampaikan informasi ke masyarakat bahwa si A tengah sakit.
Para penjenguk barangkali bermaksud baik dengan mempublikasikan foto orang sakit. Bukan pamer kesalehan sosial, tapi sedang menggalang solidaritas dan doa dari lebih banyak orang lain. Atau mungkin sebatas menyampaikan informasi ke masyarakat bahwa si A tengah sakit.
Baca juga: Disunahkan Sujud Syukur Pada Empat Kondidi Ini
Namun,
apakah penyebaran foto-foto itu sudah memperoleh izin dari yang
bersangkutan? Tidak adakah cara yang lebih santun dan elegan dalam
menggalang simpati selain dengan mengumbar foto-foto penderitaan dan
ketidakberdayaan pasien?
Di sinilah perlunya dimengerti bahwa prinsip menjenguk orang sakit adalah meringankan beban penderitaan, atau minimal tak menambah ketidaknyamanannya. Niat baik memang penting, namun cara dan adab dalam mengejawantahkan niat tersebut juga tak kalah penting.
Di sinilah perlunya dimengerti bahwa prinsip menjenguk orang sakit adalah meringankan beban penderitaan, atau minimal tak menambah ketidaknyamanannya. Niat baik memang penting, namun cara dan adab dalam mengejawantahkan niat tersebut juga tak kalah penting.
Karena
menyangkut privasi seseorang, maka yang harus ditekankan adalah restu atau izin
dari si pemilik privasi. Karena menyangkut pula ranah publik, konten yang
ditampilkannya pun seyogianya tak melanggar kepantasan di mata umum (‘urf).
Garis etis ini tak hanya berlaku untuk foto penderita sakit, tapi juga gambar
jenazah, korban kecelakaan, atau sejenisnya. WAllâhu A‘lam. (Mahbib)
#nu.or.id
Sekian,
wassalamu’alaikum.wr.wb.
0 Response to "Pantaskah Menyebarluaskan Foto Orang Sakit di Media Sosial?"
Post a Comment